KUMPULAN PUISI 88

PERTUNJUKAN TELAH LAMA USAI
By: Rieska Praditya Ernaningtyas

Pada curah gerimis pertama
Langkah kau arahkan kemana...?

             Pada hati kembara sansai
             Pada tapak perjalanan masai

Dari putaran pertunjukan ke sekian
Pandangan kautebarkan kepada siapa...?

             Mengapa tiada tawa  berderai
             Mengapa tiada tangis menyusut lunglai

Lepas pertunjukan ini
Pada masa yang telah lama usai
Semua hilang tertelan
Mengirap tanpa bekas
Mata terkantuk
Hati Mengapung
Langkah terkatung

Bapak manusia mengapa demikian...?
Kekosongan apa guna ada lagi di masa kini...?

              Bapak Manusia arus apakah yang kan kau putarkan...?
              Pertunjukkan mana yang kan kau gelarkan...?

Pada curah gerimis kesekian
Semua menyilangkan tangan di dada

              Dingin, kuyub, basah, membiru
              Pertunjukan telah lama usai



SAJAK  BUAT PACAR
By: Rieska Praditya Ernaningtyas


Pabila Dik...?
Hati dapat kutaruhkan untukmu
Mata dapat kukantukkan di dadamu

Tenggelam sudah matahari
Separuh demikian terlihat tak sempurna
Suram pijar yang lainnya

Pabila Dik...?
Tangan dapat bertaut padamu
Nurani sanggup menyimak detak jantungmu

Bersama kita mengemasi kisah
Menekuni sejarah
Perjalanan dan cerita pacar pacar

Jalanku timpang dik
Sebelah kakinya hilang tlah kau curi
Mataku sebelahnya pun buta karena kau miliki

Tubuhku koyak, jantungku terbelah
Pabila dik...?
Kau dapat sepenuhnya jadi Pacar



PEMBERONTAKAN
By: Rieska Praditya Ernaningtyas

Di kesenjangan
Langit berbatas merah saga
Limpah ruah segala jiwa
Menikam ketiadaan

Pada tiap kata
Pemberontakan hadir mewarna amarah patah-patah
Rupa serupa jadi menyiksa
Sesat dan tersesat

Dalam putaran arus sunsang
Bumi nurani blundak
Mata hati ruah meruah
Kata bersibak sentak merentak

Pemberontak memecah buhul
Pada lantai keangkuhannya
Mengadili dan memancungku dengan kata-kata

Alirkan buransang  pada bumi menghamba
Mengoyak langit yang merah  bara
Hingga kata tak berjiwa dan tak berirama

Adaku dan kau dan juga mereka 
Antara kiri dan kanan
Di sini di antara pertumpahan kezaliman


KETIADAAN
By: Rieska Praditya Ernaningtyas

Setelah semua tuntas
Apalagi yang kau kata...?
Waktukah yang memenjara...?
Bangunkah yang menyudahi mimpi

Kita lahir dari ketiadaan
Untuk sebuah keadaan
Apa yang kemudian menjadi milikmu
Kala hidup menyegel semua hasrat dan harapan

Pada-Nya jalanmu sudah dipeta



SAJAK CENGENG
By: Rieska Praditya Ernaningtyas


Laratku, achhh...!
siapa yang tahu
sepi di keheningan larut
Malam mencekam diam

Setiap detik kerinduan
Padamukah kan kulabuhkan...?

Rindu-rindu larut
Bisu mencekik menaut

Hati putih
Kuajuk dalam kebiruan
Laksana lautan
Hati hitam
Kubiarkan hentikan malam

Rindu ini kutulis
Untuk kubaca-baca

Dari Perjumpaan setahun
Yang kemudian singkat terasa

Kudiam, kucengkram
Kesunyian kupeluk
Achhh...!
Hasratku dan gumamku mengkerut
Cintaku tertekuk pelan-pelan



BERHALA
By: Rieska Praditya Ernaningtyas


Mau kau kujadikan berhala...?
Yang selalu disirami do'a, pemujaan dan cinta...?

Sering kulihat matamu memancarkan cahaya
Air mukamu bergerak hingga kata-kataku kehilangan daya
Resah jadi hilang makna
Segala hasrat kemudian kuronce

Kekakuan ini bagai berhala
Setiap kali kita berjumpa
Beku segala aliran darah

Mau kau kujadikan berhala...?
Padamu kan kupahatkan perca lagu
Dan sesajian penuh romansa cinta



TUHAN TELAH MATI
By: Rieska Prdatya Ernaningtyas

Tuhan...
Masihkan ini bisa dikatakan hidup...?
Saat janji kedamaian tentang syurga
Terban berserabutan

Siapa sebenarnya bersalah
Salah satu dari sekian banyaknya
Yang tiba-tiba merasa berkuasa

Atas langit dan bumi dan malam serta siang
Dibuatnya Tuhan seperti tak lagi ada
Dibikinnya Impian tergugat  kutuk

Tuhan...
Lihat mereka mengoceh
Seolah-olah mereka sanggup mematikan
Membutakan setiap mata, menghampakan setiap cinta

Tuhan...
Masihkah ini bisa dikatakan hidup...?
Ketika semua orang  berlomba
Menggenggam kuasa semesta-Mu



RUPA
By: Rieska Prdatya Ernaningtyas

Di seribu jendela
Menyembul seribu rupa:
                                rupamu
                         rupaku
               rupa kita
rupa mereka

Di jendela-jendela
Dunia telanjangi dunia
Di setiap sudut-sudut
Mataharinya dikelabui 
Hingga tak sanggup tenggelam
Membuka tabir yang coba didustakan
Bulan dibodohi
Sampai jerih
Tak mampu berpendar

Sedetik...,
Sedetik...,
         Selanjutnya 
Adalah ...,
Panjang....